Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN SECARA UMUM

Sobat Nakes, dalam dunia keperawatan sering sekali kita menemukan kasus pada pasien dengan masalah gangguan pernapasan. Untuk menyembuhkan pasien dengan gangguan pernapasan diperlukan konsep dasar yang kuat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami gangguan pernapasan. Dalam pembahasan kali ini, Bersama Perawat akan membahas mengenai Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada Gangguan Sistem Pernapasan Secara Umum.

Sumber : alomedika.com

Namun, sebelum kita membahas lebih jauh mengenai konsep dasar asuhan keperawatan pada gangguan sistem pernapasan, kita harus memahami dulu anatomi fisiologis sistem pernapasan, baik sistem pernapasan atas maupun bawah. Untuk lebih memahami anatomi fisiologis sistem pernapasan atas dan bawah, Sobat Nakes dapat klik tautan ini Anatomi Fisiologis Sistem Pernapasan Bagian Atas serta tautan berikut mengenai Anatomi Fisiologis Sistem Pernapasan Bawah.

Sobat Nakes pastinya sudah memahami konsep dasar asuhan keperawatan. Asuhan keperawatan merupakan rangkaian kegiatan pemberian asuhan tindakan keperawatan yang meliputi pengkajian data, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan dan evaluasi keperawatan. Lalu, bagaimana pengaplikasian asuhan keperawatan tersebut pada pasien yang mengalami masalah sistem pernapasan? Yuk kita simak pembahasan berikut

Pengkajian Data

Pengkajian data meliputi riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik dan melalui pemeriksaan diagnotik. Untuk memudahkan dalam pengkajian sebaiknya dilakukan secara berurutan mulai dari hidung dan sinus, faring, trakea, torak dan paru-paru. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai pemeriksaan fisik tersebut mari kita bahas satu-persatu.

Pengkajian Hidung dan Sinus

Yang perlu dipahami dalam proses pengkajian hidung dan sinus diantaranya riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik langsung. Pada proses pengkajian mengenai riwayat kesehatan pada hidung dan sinus diperlukan beberapa pengkajian mengenai kondisi klien. Berikut pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan pada proses pengkajian riwayat kesehatan pada hidung dan sinus.
  1. Tanyakan apakah klien pernah mengalami trauma atau pembedahan hidung.
  2. Tanyakan apakah klien mempunyai alergi atau pengeluaran nasal (karakter, bau, jumlah dan lamanya berlangsung).
  3. Adakah ada riwayat perdarahan hidung (epitaksis)? Bila ada, tentukan frekuensi, banyaknya perdarahan dan faktor predisposisi.
  4. Tanyakan bila klien sering mengalami infeksi, sakit kepala atau setelah menggunakan obat tetes hidung.
  5. Tanyakan apakah klien menggunakan obat-obatan nasal semprot atau nasal tetes (jumlah, frekuensi, lamanya).
  6. Tanyakan apakah klien biasa mendengkur atau mempunyai kesulitan dalam bernafas.
  7. Tentukan apakah klien mempunyai riwayat memakai kokain atau inhalasi uap aerosol.
Setelah dilakukan pemeriksaan pengkajian riwayat kesehatan, selanjutnya yang perlu dilakukan pengkajian adalah pemeriksaan fisik langsung pada hidung dan sinus. Berikut beberapa pemeriksaan fisik secara lagsung yang perlu dilakukan pengkajian langsung pada hidung dan sinus.
  1. Inspeksi hidung eksternal mengenai bentuk, ukuran dan warna kulit. Perhatikan setiap deformitas atau inflamasi. Normalnya hidung halus dan simetris dengan warna sama seperti warna wajah.
  2. Observasi pengeluaran dan pelebaran hidung. Normalnya hidung berbentuk oval, simetris dan tanpa pengeluaran atau pelebaran.
  3. Bila ada pengeluaran, jelaskan karakternya (berair, mukoid, purulent, bercampur penggumpalan, atau bercampur darah), jumlah, warna dan apakah unilateral atau bilateral.
  4. Palpasi lembut batang dan jaringan lunak hidung terhadap nyeri, massa dan penyimpangan dasar. Letakkan satu jari pada masing-masing sisi arkusnasal dan palpasilah dengan lembut, gerakkan jari dari batang ke ujung hidung. Normalnya struktur tetap dan stabil terhadap palpasi, tanpa ada nyeri.
  5. Periksa patensi hidung dengan menempelkan jari pada sisi hidung dan menutup salah satu hidung. Minta klien untuk bernafas dengan mulut terkatup rapat. Ulangi untuk nares yang satunya. Patensi nares secara bilateral harus sebanding dan bebas untuk pertukana udara.
  6. Inpeksi mukosa nasal terhadap warna, lesi-lesi, pengeluaran, pembengkakan, massa atau adanya perdarahan saat ini. Mukosa normal berwarna merah muda dan lembab, ditutupi dengan mucus yang jernih.
  7. Inspeksi septum nasal terhadap letak, perporasi atau perdarahan. Posisi septum seharusnya dekat dengan garis tengah, bagian anterior lebih tebal dari bagian posterior.
  8. Palpasi sinus frontal dan maksila dengan memberi tekanan lembut ke atas menggunakan ibu jari. Sinus-sinus secara normal tidak nyeri.
  9. Inspeksi adanya polips, lesi dan perdarahan puncak kerucut konkha tidak normal.
  10. Ketiadaan pendaran saat pemberian sinar tembus menandakan bahwa sinus terisi sekresi atau sinus tidak pernah terbentuk.

Pengkajian Faring

Pada pemeriksaan pengkajian faring ini, Sobat Nakes perlu mempersiapan beberapa peralatan yang diperlukan. Peralatan tersebut terdiri dari senter kecil, penekan lidah, kassa persegi dan sarung tangan bersih.

Selain mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan, kita juga perlu mempersiapkan klien dengan memposisikannya duduk atau berbaring dan minta klien untuk melepas set gigi palsu dan gigi palsu satuan.

Hal pertama yang perlu dilakukan pada pengkajian faring adalah menyakan riwayat kesehatan pada bagian faring. Beberapa hal yang perlu di ditanyakan pada saat melakukan pengkajian riwayat kesehatan pada faring diantaranya :
  1. Apakah klien merokok atau mengunyah tembakau, menghisap pipa? Kebiasaan ini meningkatkan risiko kanker mulut dan tenggorokan.
  2. Apakah klien mempunyai riwayat infeksi streptococcus, tonsilektomi atau adenoidektomi
Setelah melakukan pengkajian riwayat kesehatan pada bagian faring, yang tak kalah penting untuk dilakukan pengkajian adalah pemeriksaan fisik pada faring. Apa saja yang perlu diperiksa pada bagian faring ini. Mari kita bahas.

Pemeriksaan fisik pada bagian faring, yang dilakukan kepada klien yang mengalami masalah pernapasan dapat dilakukan dalam tahapan sebagai berikut :
  1. Pemeriksaan faringeal klien dengan cara meminta klien untuk mengangkat kepala sedikit ke belakang, membuka mulut dan berkata “ah”. Tempatkan penekan lidah pada dua pertiga lidah.
  2. Gunakan senter kecil untuk menginpeksi tangkai tonsilar, uvula, palatum lunak dan faring posterior. Dalam keadaan normal faring posterior halus, merah muda berkilau, dengan hidrasi baik. Titik-titik tidak teratur dan terdapat jaringan limfe dan pembuluh darah kecil. Eksudat jernih mungkin ditemukan pada masalah-masalah sinus kronik.
  3. Inspeksi mengenai inflamasi, lesi, edema, ptekie, eksudat dan gerakan dari palatum lunak. Dalam keadaan normal uvula dan palatum lunak terangkat saat klien berkata “ah”. Panjang dan ketebalan uvula bervariasi. Tonsil tampak menyatu dengan warna merah muda dari faring dan seharusnya tidak menonjol lebih jauh dari tangkai-tangkainya.

Pengkajian Trakea

Pada pengkajian di area trakea ini, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan diantaranya adalah riwayat kesehatan. Berikut beberapa pertanyaan yang dapat diajukan untuk mengetahui riwayat kesehatan pada bagian trakea.
  1. Adakah riwayat trauma pada leher
  2. Apakah ada riwayat perdarahan
  3. Apakah klien menderita struma
  4. Tanyakan apakah klien kesulitan dalam bernafas
  5. Tanyakan apakah klien pernah memakai obat-obatan
Sedangkan pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan pengkajian pada bagian trakea dilakukan dengan cara mengatur posisi dan mobilitas trakea dapat diketahui dengan palpasi, caranya dengan menempatkan ibu jari dan telunjuk dari satu tangan pada kedua sisi trakea tepat diatas takik sternum. Normalnya trakea terletak di tengah. Bila trakea tidak ditengah mungkin karena adanya massa pada leher atau mediastinum, kelainan pleura atau pulmonal; pneumotoraks.

Pengkajian Toraks dan Paru

Hal yang sama dilakukan juga pada pengkajian kesehatan pada bagian toraks dan paru-paru. Hal yang perlu dilakukan oleh Sobat Nakes pada saat melakukan pengkajian fisik pada bagian toraks dan paru-paru diantaranya mengatur posisi klien dengan meminta klien duduk untuk dilakukan pengkajian dada posterior dan lateral. Klien dapat duduk atau berbaring untuk pengkajian dada anterior.

Hal pertama yang perlu dilakukan pada pengkajian toraks dan paru-paru ini masih sama seperti pemeriksaan pada bagian paru sebelumnya yaitu melakukan pengkajian mengenai riwayat kesehatan serta pengkajian fisik pada toraks dan paru-paru.

Untuk menggali informasi terkait riwayat kesehatan pada toraks dan paru pada klien dengan gangguan pernapasan, dapat dilakukan dengan menanyakan beberapa hal beriktu diantaranya :
  1. Kaji riwayat penggunaan tembakau, termasuk jumlah, lamanya merokok, usia mulai, jumlah rokok perhari, lamanya waktu sejak berhenti merokok.
  2. Apakah klien mengalami batuk menetap (produktif atau non produktif), produksi sputum, nyeri dada, nafas pendek, ortopnea dan serangan ulang pneumonia atau bronchitis.
  3. Apakah klien bekerja pada lingkungan yang mengandung polutan? Apakah banyak perokok lain ditempat kerja atau dirumah (perokok pasif)?
  4. Kaji riwayat alergi terhadap debu, serbuk atau iritan melalui udara, makanan, obat atau zat kimia.
  5. Kaji ulang riwayat keluarga klien untuk adanya kanker, tuberculosis, fibrosis sistetik, alergi dan penyakit paru obstruktif klinik seperti asma dan empisema.
  6. Apakah klien mengalami batuk menetap lebih dari dua minggu, sputum berdarah, berkeringat malam dan terjadi penurunan BB? Ini adalah tanda Tuberculosis
  7. Apakah klien mendapatkan vaksin pneumonia atau influenza? Kapan klien terakhir melakukan pemeriksaan foto dada atau test Tuberkolusa?
Setelah dilakukan pengkajian riwayat kesehatan pada toraks dan paru-paru maka selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik. Pada bagian toraks, pemeriksaan fisiki dilakukan pada toraks posterior, lateral dan anterior. Apa saja yang perlu dilakukan pengkajian pada bagian toraks tersebut. Mari kita kupas satu per satu.

Pemeriksaan Fisik Toraks Posterior

Beberapa hal perlu dilakukan oleh Sobat Nakes pada saat melakukan pemeriksaan fisik pada toraks posterior diantaranya :
  1. Observasi bentuk dan simetris dada dari belakang ke depan. Ukur diameter antrioposterior. Dalam keadaan normal kontur dada relative simetris. Bentuk tulang nyata, klavikula menonjol, sternum agak datar. Diameter anterioposterior (depan belakang) secara normal sepertiga samap setengah dari diameter sisi dengan sisi.
  2. Observasi adanya penonjolan area interkosta pada ekspirasi. Dalam keadaan normal tidak ada penonjolan atau gerakan aktif harus terjadi pada area interkosta karena bernafas.
  3. Catat posisi tulang spinal, lengkung iga dan kesimetrisan scapula. Spina secara normal lurus tanpa penyimpangan kesamping. Scapula simetris dan menyentuh ketat ke dinding dada. Secara posterior, lengkung iga menyilang dan menurun.
  4. Observasi toraks keseluruhan. Tentukan frekuensi dan irama pernafasan. Secara normal, toraks ekspansi dan rileks dengan kesamaan gerak secara bilateral. Frekuensi pernafasan normal ialah 16-20 kali permenit.
  5. Palpasi torak otot posteriordan rangka untuk benjolan, massa, pulsasi, nyeri tekan, gerakan atau posisi tak biasanya; dengan nyeri atau nyeri tekan, hindari palpasi fraktur iga karena fraktur iga dapat berpindah tempat menusuk organ vital. Pada keadaan normal palpasi sedikit nyeri bila tak ada massa. Lengkung iga kurang lebih lentur dan tulang vertebra spina kaku.
  6. Ukur pengembangan dada posterior dengan cara : pemeriksa berdiri di belakang klien dan letakkan ibu jari sepanjang penonjolan spina setinggi iga ke 10, dengan telapak tangan menyentuh permukaan posterior. Selanjutnya Jari-jari harus terletak kurang lebih 5 cm terpisah, dengan titik ibu jari pada spina dan jari lain ke lateral. Setelah itu tekan tangan ke spina untuk membuka sedikit lipatan kulit antara ibu jari.
  7. Setelah ekhalasi minta pasien untuk bernafas dalam; observasi gerakan ibu jari. Pada keadaan normal pengembangan dada harus memisahkan ibu jari 3-5 cm.
  8. Selama pengembangan dada lakukan palpasi untuk simetris pernapasan. Dalam keadaan normal gerakan dada simetris.
  9. Palpasi untuk taktil fremitus/vocal (vibrasi dada yang dapat diraba pada dinding dada selama berbicara). Pada keadaan normal taktil fremitus simteris dan paling kuat pada bagian paling atas dekat percabangan trachea dan menurun di dada perifer.
  10. Letakkan pangkal atau bawah telapak tangan pada area simetri toraks, mulai  pada apek paru. Perlu diperhatikan juga pada tiap posisi minta klien untuk mengatakan “99”. Gunakan sentuhan yang kuat dan jelas. Untuk membandingkan, palpasi kedua sisi secara simultan dan simetris. Bila fremitus redup, minta klien untuk berbicara lebih keras atau dengan nada lebih rendah.
  11. Perkusi dinding dada untuk menentukan apakah jaringan paru-paru terisi cairan, terisi udara atau padat.
  12. Perkusi area interkosta pada interval 4-5 cm, mengikuti pola sistematik untuk membandingkan kedua sisi.
  13. Ukur pengembangan diafragma; biarkan klien bernafas dalam dan menahannya. Pengembangan normal berjarak 3-5 cm. diafragma secara normal lebih tinggi pada kanan daripada kiri dengan cara perkusi sepanjang garis scapula sampai pada lokasi batas bawah dimana resonan berubah menjadi pekak. Tandai titik dengan pensil pada kulit garis skapula. Biarkan klien bernafas dan ulangi pada sisi lain. Biarkan klien mengambil nafas banyak dan kemudian keluarkan sebanyak mungkin dan tahan. Pada tiap sisi, perkusi dan buat tanda pada perubahan dari pekak menjadi resonan. Biarkan klien mulai bernafas. Ukur dengan penggaris dan catat jarak dalam centimeter antara tanda pada tiap sisi.
  14. Auskultasi bunyi paru untuk mendeteksi mucus atau obstruksi jalan nafas dan kondisi paru, dengan cara letakkan stetoskop dengan lembut pada kulit di atas area intercostal, lalu minta klien untuk bernafas secara perlahan dan dalam dengan mulut sedikit tertutup. Bunyi nafas normal termasuk bunyi bronkovesikuler antara scapula (bunyi tiupan dengan inspirasi sama dan fase ekspirasi). Dan bunyi vesikuler pada perifer paru-paru (bunyi lembut, berdesir, bunyi dengan nada rendah, dengan fase inspirasi berakhir kurang lebih tiga kali lebih panjang dari fase ekspirasi).
  15. Bila klien mempunyai riwayat gagal jantung, mulai auskultasi pada dasar untuk mendeteksi bunyi gemericik yang menghilang karena pernafasan berlebihan.
  16. Dengarkan inspirasi penuh dan ekspansi pada tiap posisi.
  17. Ikuti pola perkusi sistemik yang sama untuk membedakan kedua sisi. Bila taktil fremitus, perkusi atau auskultasi menyatakan abnormalitas, auskultasi untuk gangguan bunyi dengan stetoskop diletakkan pada tempat yang sama untuk mendengarkan bunyi nafas. Biarkan klien mengatakan “77” atau membisikkan “satu, dua, tiga”. Pada bronkopnemoni, “77” secara normal terendam dan bisikkan bunyi pektoral redup atau jauh.

Pemeriksaan Fisik Toraks Lateral

Pada pemeriksaan fisik di bagian toraks lateral Sobat Nakes perlu melakukan beberapa hal yang diantaranya :
  1. Memposisikan klien tetap duduk dan tangan dinaikkan ke atas kepala, perluas pengkajian sampai torak lateral
  2. Inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi torak lateral dengan cara yang sama dengan torak posterior. Pada keadaan normal perkusi menunjukan bunyi resonan. Bunyi nafas adalah vesikuler.
  3. Gunakan metode sistematik untuk membandingkan kedua sisi. Pada keadaan normal pengembangan tidak dikaji secara lateral.

Pemeriksaan Fisik Toraks Anterior

Sobat Nakes, pada pengkajian fisik di bagian toraks anterior diperlukan beberapa langkah-langkah yang perlu menjadi perhatian diantaranya :
  1. Memposisikan klien tetap duduk, lalu melakukan observasi otot bantu pernafasan pada bagian sternokleidomastoid, trapezius dan otot abdomen. Pada keadaan normal otot bantu bergerak sedikit pada pernapasan pasif normal. Pernapasan pada pria lebih diafragmatik (gerakan lebih pada otot abdomen) dan respirasi pada wanita lebih kostal (lebih banyak gerakan iga). Observasi sudut kostal. Pada keadaan normal sudut biasanya lebih besar dari 90 derajat antara dua garis kostal.
  2. Palpasi otot torak anterior dan rangka. Pada keadaan normal sternum dan xipoid secara relative tidak lentur.
  3. Ukur pengembangan dada anterior dengan cara meletakkan ibu jari sepanjang garis kosta parallel 6 cm terpisah dengan telapak menyentuh dada anterolateral. Tekan ibu jari ke depan garis tengah untuk membuat lipatan kulit. Minta klien untuk menghirup udara dengan dalam. Observasi pemisahan ibu jari. Pengembangan dada harus memisahkan ibu jari 3-5 cm.
  4. Palpasi untuk taktil fremitus, dengan metode yang sama dengan torak posterior. Pada keadaan normal fremitus paling baik setelah sternum pada area kedua interkosta. Pada setinggi percabangan bronkus. Fremitus secara normal menurun pada tempat jantung, torak bwah dan jaringan payudara.
  5. Klien diposisikan duduk atau terlentang. Perkusi torak anterior dan perbandingkan kedua lokasi yang dibawahnya ada hati, jantung dan lambung. Pada keadaan normal perkusi diatas jantung dan hati terdengar pekak. Gelembung asam lambung bila diperkusi terdengar bunyi timpani.
  6. Perkusi dengan pola sistemik dari bawah ke klavikula, bergerak menyilang dan menurun; angkat payudara wanita bila perlu.
  7. Dengan klien duduk tegak dan bahu kebelakang, auskultasi torak anterior dengan menggunakan pola yang sama dengan perkusi. Pada keadaan normal bronkovesikuler dan vesikuler terdengar diatas dan dibawah klavikula dan sepanjang perifer paru. Bunyi bronchial normal diatas trakea: keras, tinggi dan bergaung dengan ekspirasi berakhir lebih panjang dari inspirasi.
Selain data riwayat kesehatan dan data hasil pemeriksaan fisik, informasi lain yang perlu dikaji pada pasien dengan infeksi saluran pernapasan bagian atas adalah data demografi dan data psikososial. Untuk lebih jelasnya perhatikan uraian berikut:
  1. Data demografi meliputi identitas klien yaitu nama, umur, jenis kelamin, alamay, pekerjaan dll. 
  2. Data psikososial diantaranya apakah klien mengalami ansietas/cemas, perubahan peran, hubungan keluarga, masalah finansial, bagaimana mekanisme koping yang biasa dilakukan klien, dan apakah ada anggota keluarga atau teman yang mendukung dalam perawatan dirinya. 
Itulah beberapa pembahasan mengenai konsep dasar keperawatan yang dilakukan pada gangguan sistem pernapasan secara umum. Semoga dengan beberapa pembahasan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan pembaca serta menjadi referensi untuk kemajuan ilmu keperawatan. Salam sehat.


Sumber :
Buku Ajar KMB I oleh Hj. Mariana Nuryati, Dosen KMB Poltekkes Kemenkes Bandung

Posting Komentar untuk "KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN SECARA UMUM"